Kamis, 23 Desember 2010

pengalamanQ bertambah diRSGM_P Baiturrahmah ^_^

hari ini dokter pembimbingQ dilab bedah mulut akan melakukan operasi bedah mulut yaitu reposisi pada fraktur mandibula:)
disini kami diberi kesempatan untuk dapat melihatna secara langsung.....
rasanya senang sekali karna kami akan mendapatkan pengalaman baru
karena selama ini bedah yang kami dilakukan hanya pada odontektomi, alveolektomi, fraktur gigi tertutup dan operculektomi:)
hari ini kami berkesempatan untuk melihat bedah mulut pada pasien fraktur rahang....

kemaren seorang pasien laki - laki datang keRSGM_P berumur 30 thn dengan adanya oedema pada wajah sebelah kanan hingga mata mengeluh kesulitan dlm berbicara dan makan
pasien mengalami Lakalantas 2 minggu yg lalu
wajah pasien tidak simetris
mengalami patah rahang(fraktur rahang)terjadi pada rahang atas (maxilla), rahang bawah (mandibula).
Fraktur didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas tulang(jaringan keras)oleh berbagai sebab merupakan kondisi yang umumnya disebabkan oleh benturan karena kecelakaan lalulintas (KLL), kecelakaan kerja serta aktifitas fisik lain seperti
olah raga, kekerasan fisik dan lain-lain. Fraktur daerah wajah atau maksilofasial paling banyak adalah fraktur pada tulang hidung, kemudian fraktur rahang bawah (mandibula),kemudian diikuti fraktur pada tulang wajah lain. Pada daerah wajah juga paling sering merupakan fraktur yang kompleks (Pan fasial) yang melibatkan tulang wajah 1/3 bagian atas, tengah dan bawah. Dapat dipahami bahwa hidung dan rahang bawah merupakan bagian wajah yang paling menonjol.Oleh sebab itu setiap benturan pada wajah yang yang pertama mengalami benturan adalah hidung dan rahang bawah. Kondisi ini dapat diperparah oleh penggunaan helm yang tidak sesuai standar keamanan maka fungsi pelindung wajah tidak tercapai oleh helm.
Fungsi tulang-tulang wajah sangat penting untuk melindungi organ penting dalam kepala kita seperti otak, mata, organ penciuman dan pendengaran termasuk organ pencernaan seperti gigi-geligi dan rongga mulut. Selain itu kecacatan lain yang dapat timbul karena fraktur pada daerah maksilofasial yaitu luka-luka pada jaringan lunak wajah dan ketidak sempurnaan proporsi wajah termasuk gangguan pada hubungan
gigi-geligi (occlusi).
Keluhan pasien secara klinis dengan fraktur rahang yaitu maloklusi atau pergerakan rahang yang abnormal serta sakit bila digerakkan, bergerak terbatas, terdengar bunyi tertentu(krepitasi), sulit atau tidak dapat mengunyah makanan, peningkatan produksi air ludah, bau mulut serta gambaran jejas, luka atau lebam pada wajah. Untuk keadaan yang lebih berat dan kompleks adalah perdarahan pada hidung, telinga,sekitar mata bahkan muntah dan pingsan. Pada kondisi ini wajah pasien akan terlihat tidak simetris atau terlihat memanjang. Jika fraktur dibiarkan dan tidak segera dikembalikan pada posisi semula, keluhan yang akan timbul juga dapat terjadi pada sendi rahang, berupa rasa sakit pada sendi dan nyeri kepala.
Prinsip penanganan fraktur rahang pada langkah awal penanganan pada hal yang bersifat kedaruratan seperti jalan napas (airway), pernapasan(breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok (circulation), perawatan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahapan kedua adalah tidakan penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen
fraktur, fiksasi fragmen fraktur dan immobilisasi sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.
Secara khusus penanganan fraktur tulang rahang dan tulang pada wajah(maksilofasial) mulai diperkenalkan oleh Hippocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi (hubungan yang ideal antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah) sebagai dasar pemeriksaan dan diagnosis fraktur rahang. Pada perkembangan selanjutnya oleh para klinisi barat menggunakan oklusi sebagai konsep dasar penanganan fraktur rahang dan tulang wajah (maksilofasial) terutama dalam diagnostik dan penatalaksanaanya. Hal ini diikuti dengan perkembangan teknik fisasi mulai dari penggunaan pengikat kepala (head bandages),pengikatan rahang atas dan bawah dengan kawat (intermaxillary
fixation) serta fiksasi dan immobilisasi fragmen fraktur dengan mengunakan plat tulang (plate and screw).
Oleh sebab itu ilmu oklusi merupakan dasar yang penting bagi seorang Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial dalam penatalaksanan kasus patah rahang atau fraktur maksilofasial. Dengan prinsip ini diharapkan penyembuhan atau penyambungan fragmen fraktur dapat kembali ke hubungan awal yang normal dan telah beradaptasi dengan jaringan lunak termasuk otot dan pembuluh saraf disekitar rahang dan wajah.
Patah rahang dan tulang wajah yang tidak ditangani dengan baik akan memberikan gangguan dan keluhan pada pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus patah rahang yang adalah infeksi pada jaringan lunak dan tulang rahang. Infeksi tersebut dapat menyebabkan kehilangan jaringan lunak dan keras yang banyak. Komplikasi lain, jika penyambungan tidak adekuat (malunion)dan oklusi rahang atas dan bawah tidak tercapai maka akan memberi keluhan berupa rasa sakit dan tidak nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang (Temporomandibular joint) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain) Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang yang tidak dilakukan perbaikan atau penangnanan secara adekuat.
Komplikasi setelah pembedahan yang dapat terjadi pada semua operasi penyambungan tulang adalah terlambatnya penyambungan dan penyembuhan tulang (delayed union)
atau kegagalan penyambungan tulang (nonunion)yang sering disebabkan tidak stabilnya fragmen fraktur karena immobilisasi yang kurang baik. Komplikasi yang secara
klinis dan estetik nampak adalah perubahan bentuk dan proporsi wajah.
Sebagai kesimpulan perlu kesadaran dan pengertian masyarakat bahwa patah rahang merupakan keadan yang tidak dapat diangap enteng dan dengan mudah dikembalikan seperti pada bagian tubuh yang lain. Secara umum terlihat sederhana namun dapat memberikan penderitaan yang berkepanjangan pagi pasien. Bagi para klinisi peningkatan kemampuan penatalaksanan fraktur rahang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki akan meningkatkan kualitas dan profesionalisme pelayanan dan penanganan kesehatan khususnya penatalaksanaan kasus trauma daerah maksilofasial.

1 komentar:

  1. penanganan fraktur saya kutip dari berita opini Radar Sulteng Online yg dipostkan oleh Moch.Gazali Malik,drg., Sp.BM
    fotonya nyusul ya karna kapasitas hp tdk memungkinkan buat uploud foto:)

    BalasHapus